Stasiun Tanjung Karang
Stasiun Tanjung Karang mulai dibangun pada 1911 bersamaan dengan pelaksanaan paket pembangunan jalur kereta api di Sumatera Selatan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pembangunan di Tanjung Karang tidak hanya stasiun, tetapi meliputi kantor pusat jawatan kereta api negara di Sumatera Selatan Staatsspoorwegen op Zuid Sumatra (ZSS), gudang pusat ZSS, stasiun gudang, dipo lokomotif, sekolah, perumahan pegawai, klub hiburan (Societeit Zuid-Sumatra) dan fasilitas olahraga untuk pegawai. Oleh karena itu beberapa departemen pemerintahan kolonial dilibatkan dalam proyek tersebut. Kementerian dalam negeri Hindia Belanda menentukan lokasi (berkoordinasi antara Residen, Asisten Residen dan Bupati), kementerian BUMN (Gouvernementsbedrijven) menyediakan dana untuk pembelian lahan serta material bangunan, dan Departemen Pekerjaan Umum/ Burgelijke Openbare Werken (BOW) bertugas sebagai pelaksana pembangunan. Adapun ZSS berperan sebagai operator kereta api di Sumatera Selatan.
Pembangunan jalan kereta api di Tanjungkarang
Stasiun Tanjung Karang sendiri selesai dan diresmikan secara meriah pada 30 Juni 1914 melalui sebuah upacara penyambutan operasional pertama kereta api di Sumatera Selatan. Sebagai catatan, bentuk Stasiun Tanjungkarang sebenarnya beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan bentuk stasiun dimulai sejak stasiun pertama kali dibangun hingga terakhir kali tahun 1988. Secara periodik, perubahan bentuk bangunan itu bisa dilihat dari tahun 1913, 1914-1915, 1927, 1988, dan 1990-1991.
Tamu yang hadir dalam peresmian jalur kereta api Panjang-Tanjungkarang 30 Juni 1914
Pada tahun 1913, bentuk awal bangunan dari Stasiun Tanjung Karang bisa dikatakan sangat sederhana. Bahan pembuat bangunan pada saat itu hanyalah bambu kayu dengan atap seng. Pada saat itu, Stasiun Tanjung Karang lebih banyak digunakan sebagai kantor sementara dan stasiun untuk angkutan pegawai dan material dari Pelabuhan Panjang (pp).
Stasiun Tanjungkarang sekitar tahun 1913, tampak dinding stasiun terbuat dari bambu kayu
Sementara itu pada perkembangannya atau tepatnya 1 tahun kemudian (1914), terjadi perubahan pada bentuk bangunan. Atap bangunan stasiun didominasi genting sebagai pengganti seng. Sedangkan dinding masih lebih banyak menggunakan bahan dasar kayu. Sedangkan pada bagian tersebut juga dibangun tiang-tiang bangunan yang terbuat dari kayu jati. Tidak hanya itu, bentuk bangunan Stasiun Tanjung Karang juga lebih megah karena ditambah dengan material batu yang berada pada sisi tengah stasiun. Kemudian setelah itu, renovasi bentuk bangunan stasiun masih tetap dilakukan meski tidak terlalu mencolok. Seperti yang dilakukan pada tahun 1927.
Tampak Stasiun Tanjungkarang tahun 1914, atap bangunan sudah berganti menjadi genteng
Proses renovasi Stasiun Tanjungkarang, tahun 1915
Suasana Stasiun Tanjungkarang tahun 1927, tampak kanopi dari kayu menggunakan konstruksi atap pelana
Di era Pemerintahan Presiden Soeharto yaitu tepatnya pada tahun 1988 renovasi stasiun kembali dilakukan. Kali ini renovasi dilakukan pada bagian utama bangunan stasiun yang berada di sisi tengah. Sedangkan di bagian puncak atap yang berbentuk limas segi empat diubah sesuai dengan rumah adat khas Lampung. Beberapa jendela peninggalan Belanda juga diganti dan mengalami perubahan bergaya era 90-an. Renovasi ini kemudian berlanjut pada 1990-1991. Di tahun ini renovasi dilakukan pada bagian kanopi peron yang awalnya adalah konstruksi berupa kayu jati yang dibangun 1914, diganti dengan atap besi dan tiang besi agar lebih tahan lama.
Sisi peron Stasiun Tanjungkarang tahun 1988
Fasad Stasiun Tanjungkarang tahun 1995
Besi dan kanopi baru Stasiun Tanjungkarang, tahun 1995