fasade-samping-bogor

Stasiun Bogor di tetapkan sebagai Bangunan Stasiun Cagar Budaya Berdasarkan SK Menbudpar No: PM. 26/PW.007/MKP/2007, 26 Maret 2007, Stasiun Bogor dahulunya hanya merupakan terminal pemberhentian terakhir untuk jalur kereta api Batavia — Buitenzorg (sebutan kota Bogor pada masa itu) yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui perusahaan kereta api Staats Spoorwegen (SS) dan dioperasikan sejak tahun 1872 dan baru pada tahun 1881 gedung Stasiun Bogor dibangun untuk menampung jumlah penumpang yang semakin bertambah. Kini stasiun ini disibukkan oleh para penglaju dari Bogor dan Sukabumi menuju ke Depok dan Jakarta, yang sebagian besar dilayani oleh Kereta Rel Listrik (KRL) Jabotabek serta Kereta Rel Diesel (KRD) Sukabumi – Bogor.

 stasiun-bogor-jalur-akses-menuju-stasiun-2015

Suasana Peron Jalur 1 dan 2 Stasiun Bogor

pintu-kayu-stasiun-bogor

Pintu – pintu besar yang berada disisi selatan bangunan Stasiun Bogor

Moderenisasi Stasiun Bogor Dengan Manambahkan Gate Baru disisi Barat Stasiun 

Bangunan stasiun seluas kurang lebih 5.955 m2 yang berlokasi di Jalan Nyi Raja Permas, Bogor Tengah tersebut sampai sekarang masih terlihat megah dan terawat. Secara keseluruhan Stasiun Bogor terdiri dari dua massa bangunan yang saling berdampingan yaitu bangunan utama yang terdiri dari entrance, lobby, kantor administrasi, tempat penjualan tiket dan fasilitas lainnya, serta bangunan emplasemen yang menaungi peron dan dua jalur sepur.

Arsitektur bangunan utama menampilkan karakter khas gaya Indische Empire dengan bentuk massabangunan yang simetris dan memberikan penekanan pada bagian tengah sebagai pintu masuk dan lobby utama bergaya Neoklasik. Atap pelana dengan pedimen segitiga dan gerbang lengkung menciptakan kesan anggun pada fasad depan bangunan ini. Di belakangnya dinding plesteran dengan ornamen garis-garis list serta akhiran cornice pada bagian atas berpola lekukan-lekukan kecil yang menurut istilah arsitektur klasik disebut guttae membingkai atap jurai diatasnya. Pintu dan jendela berpenutup kayu memperkuat karakter klasik bangunan ini. Sedangkan bangunan emplasemen berupa struktur atap bentang lebar dengan rangka baja dan penutup atap plat besi gelombang.

Bagian samping bangunan utama dengan dinding bergaris-garis dan pintu lengkung. Penambahan kanopi kantilever besi dan birai papan kayu berbiku-biku pada bagian atas pintu merupakan upaya penyesuaian dengan iklim tropis, yaitu untuk menahan sinar matahari dan air hujan.

Peron utama yang luas dan bersih dengan deretan pintu-pintu ke ruang kantor administrasi dan kepala stasiun yang terbuat dari kaca berbingkai kayu menciptakan kesan megah pada ruangan ini.

Ruang Pengawas Peron (PAP) berbentuk kotak berbahan kayu yang menempel pada peron. Ruang ini sengaja dibuat menjorok untuk memudahkan petugas PAP melihat kereta api yang datang atau berangkat.

Lobby utama yang cukup luas ini akan terasa penuh pada jam-jam orang berangkat dan pulang kerja. Ornamen pada langit-langit dan lantai menambah kesan luas ruang lobby.

Bagian atas pintu selalu berbentuk lengkung, meskipun daun pintu tetap persegi. Bidang lengkung menjadi lubang ventilasi dengan ornamen teralis besi berpola klasik. Pada jendela yang berbentuk persegi tetap dibingkai dengan garis lengkung berupa moulding diatasnya.

Bangunan emplasemen berupa struktur atap pelana bentang lebar dengan rangka baja dan penutup atap plat besi gelombang menaungi peron dan dua jalur sepu. Bukaan pada puncak atap untuk mengalirkan udara agar ruangan tidak terasa panas.