Pembangunan Trem Lintas Karawang Rengasdengklok
Karesidenen Krawang adalah sebuah karesidenan yang terletak disebelah timur Karesidenan Batavia (Jakarta). Pada masa pemerintahan Belanda, Karesidenan Kerawang terdiri dari delapan distrik (saat ini setara dengan kabupaten), yakni Purwakarta, Cikampek, Karawang, Rengasdengklok, Subang, Segalaherang, Pegaden, dan Pamanukan. Wilayah Karasidenan Karawang merupakan daerah subur yang sebagaian besar tanahnya dimanfaatkan untuk perkebunan dan pertanian. Produksi perkebunan sebagian besar adalah karet atau teh yang diusahakan oleh 48 perusahaan perkebunan. Hasil pertanian yang dihasilkan adalah beras, sayuran, dan buah-buahan. Baik hasil perkebunan maupun pertanian dikirimkan ke Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta menggunakan cikar atau gerobak yang ditarik kuda. Pada saat itu, pengangkutan memiliki keterbatasan volume pengangkutan dan waktu tempuh yang lama. Seiring meningkatnya produktivitas hasil perkebunan serta kebutuhan pengangkutan dalam waktu yang cepat maka dibangun sarana transportasi yang lebih modern dari Jakarta menuju Karawang, yaitu kereta api. Karesidenan merupakan wilayah administrasi yang diperkenalkan pada saat pemerintahan Belanda. Karesidenan terdiri dari beberapa distrik (saat ini kabupaten) yang dipimpin oleh seorang residen. Selanjutnya disebut sebagai Karawang
Pembangun jalur kereta api Jakarta-karawang sepanjang 63 km dilaksanakan oleh perusahaan kereta api swasta Bataviasche Ooster Spoorweg Matschappij (BOS) dengan lebar jalur 1.067 mm. Pembangunan dilakukan secara bertahap dan dapat diselesaikan sampai Karawang tanggal 20 Maret 1898. Namun dalam prosesnya, BOS mengalami kekurangan modal sehingga meminta bantuan kepada pemerintah Belanda. BOS berhasil mendapatkan suntikan dana dengan syarat setelah jalur kereta api berhasil diselesaikan, pihak BOS harus menyerahkan pengelolaan jalur tersebut kepada pemerintah. Setelah jalur kereta selesai sampai di Karawang, jalur tersebut dibeli oleh perusahaan kereta api pemerintah Staatssporwegen (SS).
Pembangunan jalur kereta api di Karawang sekitar tahun 1898. (Sumber: kitlv.nl)
Petak Jalan |
Panjang (km) |
Tanggal Peresmian |
Jakarta-Bekasi |
27 |
31 Maret 1887 |
Bekasi-Cikarang |
17 |
14 Agustus 1890 |
Cikarang-Kedunggede |
13 |
21 Juni 1891 |
Kedunggede-Karawang |
6 |
20 Maret 1898 |
Tahap pembangunan jalur kereta api Jakarta-karawang (Sumber: Iman Subarkah, Sekilas 125 tahun Kereta Api Kita)
Staatssporwegen (SS) melayani pengangkutan hasil olahan karet di Karawang ke Pelabuhan Tanjung Priok yang selanjutnya dikapalkan ke Amerika Serikat. Olahan karet tersebut nantinya dijual ke pabrik-pabrik ban di Amarika Serikat. Pengolahan karet di Karawang sudah menggunakan cara yang dipergunakan oleh pabrik ban di Amerika Serikat.
Untuk semakin memperluas ruang pengangkutan, maka dibuat jalur simpang berupa trem dengan menggunakan lebar jalur 600 mm ke beberapa daerah yang dianggap potensial. Hal ini bertujuan untuk semakin mempercepat proses pengangkutan dari pusat-pusat produksi yang sebagian terdapat di daerah pedalaman, jauh dari jalur utama kereta api yang sudah dibangun. Selain itu, SS sebagai perusahaan pemerintah memiliki kewajiban membuka transportasi untuk memudahkan mobilitas masyarakat. Salah satu daerah yang dibangun jalur simpang adalah karawang, meliputi Cikampek-Wadas, Karawang-Wadas dan Karawang-Rengasdengklok.
Peta jalur trem Karawang-Rengasdengkok ditandai warna merah, tahun 1922. (Sumber: kitlv.nl)
Karateristik trem berbeda dengan kereta api. Trem memiliki lokomotif dan gerbong berukuran lebih kecil, kecepatan lebih rendah, kapasitas pengangkutan yang lebih kecil, dan jarak tempuh yang lebih dekat. Selain itu pembukaan jalur trem cukup diputuskan oleh kepala pemerintah setempat (residen), berbeda dengan jalur kereta api yang diputuskan oleh pemerintah pusat baik di Den haag maupun Jakarta.
Jalur trem Karawang-Rengasdengklok sepanjang 36 km diresmikan tanggal 15 Juni 1919. Sebagai tempat naik-turun penumpang dan barang, SS membangun tempat pemberhentian yakni di Karawang, Tjinango, Lamaran, Tegalsawah, Rawagedeh, Kobakkarim, Pataruman, Babakndjati, dan Rengasdengklok. Menurut laporan Residen Karawang, Poliver pada Okteber 1928, pembangunan trem Karawang-Rengasdengklok dimaksudkan untuk memperlancar pengangkutan padi ke Karawang. Wilayah Rengasdengklok, Karawang, dan Cikampek merupakan daerah yang memiliki penggilingan padi terbanyak di Karesidenan Karawang dengan jumlah 70 yang semuanya dimiliki oleh orang Cina.
Pada jalur trem di Kerawang, Lokomotif yang digunakan adalah lokomotif uap tipe TC10 buatan pabrik Hartman, Jerman dan TD10 pabrikan Werkspoor, Belanda. Kedua lokomotif tersebut memiliki perbedaan pada susunan roda, diameter roda, dan besarnya silinder. Saat ini kita masih dapat menjumpai kedua lokomotif tersebut. Lokomotif uap TC10 tersisa tiga buah, yakni TC1008, TC1011, dan TC1015. Lokomotif TC1008 dijadikan monumen di depan Stasiun bandung, TC1011 menjadi koleksi museum TMII, dan TC1015 dipajang sebagai monumen di dalam Balai Yasa Manggarai. Lokomotif uap TD10 hanya bersisa satu buah, yakni TD1002 yang dipajang sebagai monument di depan Kantor Pusat PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Lokomotif TC1008 di depan Stasiun Bandung (Sumber: heritage.kereta-api.co.id)
Lokomotif uap TD1002 sebagai monumen di depan Kantor Pusat PT Kereta Api Indonesia (Sumber: heritage.kereta-api.co.id)
Semasa pendudukan Jepang (1942-1945) seluruh perkeretaapian di Indonesia dikuasai Jepang dan dibentuklah Rikuyu Sokyoku (Dinas Kereta Api). Jalur kereta api di Karawang masuk ke dalam bagian Seibu Kyoku (Eksploitasi Barat) yang berpusat di Stasiun Jakarta Kota. Setelah proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945, semangat kemerdekaan menyebar di seluruh penjuru daerah. Para pejuang melakukan aksi pengambilaliahan instansi-instasi penting dari tangan Jepang, salah satunya kereta api. Perkeretaapian di Eksploitasi Barat berhasil dikuasi pejuang tanggal 4 September 1945 dengan menduduki Stasiun Jakarta Kota. Perusahaan kereta api Indonesia, Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) pun dibentuk paska pengambilaliahan Kantor Pusat Kereta Api di Bandung tanggal 28 September 1945. Namun tidak berlangsung lama, Belanda kembali datang ke Indonesia dan mendirikan dinas kereta api Belanda Staatsspoorwegeen/ Vereenigde Spoorwegbejdrijf (SS/VS). Wilayah eksploitasi DKARI semakin terintimidasi oleh keberadaan SS/VS. Kendati demikian, DKARI dibantu TNI selalu berusaha mempertahankan wilayah eksploitasinya.
Ada sebuah peristiwa menarik dalam rangka mempertahankan wilayah Karawang. DKARI dan TNI menghalau kedatangan pasukan Belanda pada Agresi Militer Belanda I yang mulai dilancarkan Belanda tanggal 21 Juli 1947. Pihak Indonesia menyusun strategi menghambat gerakan tentara Belanda dengan berusaha merobohkan jembatan kereta api di Tanjungpura, Karawang, dengan memasang peledak. Namun strategi tersebut gagal setelah pasukan DAKRI dan TNI dihujani peluru ketika hendak memasang peledak di jembatan oleh pesawat-pesawat Mustang milik Belanda. Kegagalan tersebut tidak membuat pasukan Indonesia menyerah. Untuk kembali menghalau kedatangan pasukan Belanda, DKARI dan TNI memberangkatkan satu unit lokomotif kosong seri C2847 dari Stasiun Karawang menuju Kedunggedeh. Dengan kecepatan yang tinggi, lokomotif tersebut berbenturan dengan rangkaian kereta api SS/VS hingga menimbulkan suara gemuruh. Namun upaya tersebut tidak menimbulkan korban di pihak Belanda, pasukan Belanda sudah turun dari kereta api. Meskipun kembali mengalami kegagalan, strategi DKARI dan TNI sudah menggambarkan betapa gigihnya pekerja DKARI dan pasukan TNI dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kondisi Jembatan Tanjungpura pada tahun 1946. (Sumber: Kisah Jembatan KA Tanjungpura, Kontak Desember 2016)
Hasil Tabrakan lokomotif uap di sisi timur Jembatan Tanjungpura, Karawang pada 21 Juli 1947. (Sumber: Kisah Jembatan KA Tanjungpura, Kontak Desember 2016)
Sekitar tahun 1970-an, jalur trem di Karawang sudah mulai tidak beroperasi lagi. Trem di Karawang kalah bersaing dengan mobil yang keberadaanya mulai banyak bermunculan, sehingga PJKA mengalami kerugian. Kendati demikian, sisa-sisa keberadaan trem jalur Karawang-Rengasdengklok masih bisa kita temui seperti bekas pondasi jembatan, jembatan, dan jalan rel. Peninggalan berupa jembatan besi yang masih kokoh berdiri kini dimanfaatkan sebagai jalur penyebrangan warga
Sisa struktur pondasi jembatan trem Karawang-Rengasdengklok. (Sumber: semboyan35.com)
jalan trem yang sudah mulai tertutup tanah. (Sumber: semboyan35.com)
Bekas jembatan trem di petak Rawagedeh-Tegalsawah. (Sumber: semboyan35.com)
Jembatan kereta api yang dialihfungsikan sebagai jembatan jalan raya. Jembatan ini diresmikan tahun 1984 dengan nama Jembatan kalang surya oleh pemerintah Kabupaten Karawang. (Sumber: semboyan35.com)
Sumber :
- ANRI, Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Barat), Jakarta, 1976
- APP, “Kisah Jembatan KA Tanjungpura”, dalam Majalah Kontak bulan Desember 2106
- DKA, Buku Djarak Untuk Djawa dan madura, Bandung, 1950
- Hatmawan, Adhitya, “Perkembangan Transportasi Kereta Api di Batavia 1870-1925”, Skripsi Universitas Indonesia, 2002
- Iman Subarkah, Sekilas 125 tahun Kereta Api Kita, Bandung, 1992
- nl
- Marihandono, Djoko, dkk, Dari konsensi ke Nasionalisasi: Sejarah Kereta Api Cirebon-Semarang, Bandung, 2016
- Susatya, Rachmat, Pengaruh Perkeretaapian di Jawa Barat Pada Masa Kolonial, Bandung, 2008
- semboyan35.com