Pegawai Kereta Api Surabaya Dalam Pusaran Pertempuran 10 November
Akhir bulan September 1945, pegawai kereta api beserta pejuang sukses mengambilalih perkeretaapian di Surabaya dari tangan Jepang. Bermula dari Kantor Eksploitasi, kemudian dilakukan di masing-masing stasiun, depo, balai yasa dan kantor lainnya.
Bisa dikata, keberhasilan tersebut bukanlah akhir perjuangan. Bara perjuangan kembali menyala paska pasukan sekutu tiba di Surabaya. Kekacauan semakin memuncak. Bung Karno dan Bung Hatta pun turun tangan. Mereka melakukan perundingan gencatan senjata dengan pihak sekutu pada 30 Oktober 1945 bertempat di Kantor Gubernuran.
Kendati telah ada kesepakatan gencatan senjata namun di beberapa tempat masih terdapat perselisihan. Seperti insiden di Gedung Internatio yang menewaskan Jenderal A. W. S. Mallaby.
Kematian Jenderal Mallaby menyulut amarah pasukan Inggris. Lantas, Mayor Jenderal Mansergh menandatangani sebuah ultimatum. Pejuang di Surabaya diharuskan menyerahkan diri selambatnya pada 9 November 1945 pukul enam sore.
Pemuda kereta api pun beraksi. Malam hari tanggal 9 November, disiapkan rangkaian Kereta Api Luar Biasa untuk ancang-ancang mengungsikan rakyat ke luar Surabaya. Di Stasiun Pasar Turi bersiap rangkaian kereta tujuan Lamongan. Sedang di Stasiun Surabaya Kota, disediakan kereta api jurusan Tarik-Mojokerto dan Sidoarjo-Bangil.
Pada malam yang sama, Kantor Eksploitasi Timur dan Inspeksi Surabaya turut siap sedia diungsikan ke luar kota. Secara umum, keluarga pegawai kereta yang ikut mengungsi hanya membawa pakaian dan barang sekadarnya saja.
Suatu ketika, pegawai kereta api yang tergabung dalam Laskar Buruh Kereta Api (LBKA) berjaga sembari menunggu komando dari Panglima Divisi atau dari Bung Tomo selaku pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia. Guna melihat keadaan sekitar, Ketua LBKA Rahmat dengan beberapa anggota patroli berkeliling.
Sesampainya di depan Stasiun Pasar Turi, tiba-tiba terdengar dentuman peluru meriam. Beberapa pesawat meraung-raung di udara, menghujani bom dan desingan peluru. Tak perlu waktu lama, daerah Pasar Turi berubah menjadi lautan api.
Selama hampir enam jam, para pegawai kereta api berlindung dari bombardir pasukan sekutu. Setelah gempuran usai, pimpinan LBKA dengan para pemuda dan pimpinan Stasiun Pasar Turi mengadakan rapat kilat. Mereka sepakat sesegera mungkin mengungsikan lokomotif beserta kereta dan gerbong ke luar Kota Surabaya.
Tengah malam persiapan selesai. Evakuasi pertama diarahkan ke Stasiun Babat. Disusul pemindahan gerbong-gerbong berisikan bahan makanan. Terakhir, rangkaian kereta penumpang Kelas 1 dan Kelas 2 yang dikhususkan guna menampung keperluan perjuangan LBKA. Bahkan rangkaian ini dijadikan markas berjalan selama perjuangan berlangsung.
Sejak pecahnya pertempuran 10 November 1945, Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) merangkaikan kereta khusus untuk mengangkut para pejuang menuju Surabaya. Rangkaian berasal dari Jawa Tengah ada pula dari Jawa Barat. Tidak hanya pejuang, keperluan perang seperti bahan makanan dan obat-obatan turut dibawa.
Pertempuran yang meletus pada 10 November berlangsung selama 21 hari. Kini, setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Sumber:
- Mosaik Perjuangan Kereta Api 1945: Perjuangan KA Jawa Timur
- Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Ilustrasi pengembalian tawanan Jepang ke Probolinggo. (Sumber: ANRI)