Balai Yasa Madiun
Sejak abad ke-19, Madiun merupakan daerah yang potensial dalam bidang politik dan ekonomi. Wilayah Madiun digunakan sebagai basis pertahanan dan Sebagian besar wilayahnya adalah daerah subur penghasil komoditas ekspor seperti kopi dan gula. Untuk meningkatkan pengangkutan komoditas ekspor, pemerintah Hindia Belanda membangun jaringan kereta api melewati Madiun. Lintas jalur kereta api dibangun oleh Staatssporwegen (SS) meliputi Surabaya-Sidoarjo-Nganjuk sampai Madiun sebagai lintas yang menghubungkan Surabaya-Solo. Pembangunan jalur ini dimaksudkan untuk membawa gula dari beberapa pabrik gula di lintas Solo-Madiun-Surabaya untuk dibawa ke Pelabuhan Surabaya.
Stasiun madiun yang menghubungkan jaringan kereta api Solo-Surabaya. Letak Stasiun madiun ditandai titik berwarna merah, peta tahun 1905. (Sumber: Media-kitlv.nl)
Jaringan kereta api di Madiun dibuka pada tanggal 1 Juli 1882 bersamaan dengan peresmian Stasiun Madiun. Pada akhir abad ke-19, di belakang stasiun dibangun “Werkplaats” atau bengkel (saat ini dikenal dengan istilah balai yasa) sebagai tempat perawatan serta perbaikan lokomotif uap, kereta, dan gerbong mulai dari yang kecil-kecil sampai overhaul boiler lok. Pada awal beroperasinya, Balai Yasa Madiun menjadi yang paling besar dan terlengkap di Jawa diantara seluruh balai yasa milik SS (Surabaya Kota dan Jember). Ketika Balai Yasa Gubeng dibuka oleh SS tahun 1916, beberapa peralatan mesin di Balai Yasa madiun dipindah ke Gubeng.
Tampak Stasiun Madiun dari samping tahun 1930. (Sumber: Media-kitlv.nl)
Lokasi Balai Yasa Madiun terletak persisi di belakang Stasiun Madiun, peta tahun 1917. (Sumber: Maps.library.leiden.edu)
Selain sebagai tempat perawatan dan perbaikan, Balai Yasa madiun digunakan untuk memeriksa seluruh sarana milik SS Eksploitasi Timur (Oosterlijnen) yang baru didatangkan dari pelabuhan. Selama pembangunan lintas Malang-Blitar (1896-1897), Probolinggo-Jember-panarukann (1895-1897) dan Surabaya-Tarik (1897) Balai Yasa Madiun berperan menyediakan beragam suku cadang kereta api termasuk sebagai tempat perakitan jembatan-jembatan baja impor.
Para pekerja sedang memutar lokomotif menggunakan turn table di balai Yasa Madiun sekitar tahun 1916. (Sumber: Media-kitlv.nl)
Pekerja di Balai Yasa Madiun sedang sekitar tahun 1919. (Sumber: Spooren van Smaragd: Per Trein door Nederlands-Indie 1867-1949)
Semasa pendudukan Jepang, Balai Yasa Madiun berada dibawah tangan tentara Jepang karena dianggap vital. Jepang memanfaatkan Balai Yasa Madiun yang memiliki perlengkapan cukup lengkap dan modern untuk membantu perawatan dan perbaikan peralatan perang Jepang. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 23 September 1945 Balai Yasa madiun dapat diambil alih tanpa terjadi suatu insiden. Untuk pertama kalinya Balai Yasa Madiun dipimpin oleh orang Indonesia, yakni Kasio sebagai ketua dan Soelaiman sebagai wakil balai yasa. Pada tahun 1946, ketika kayu bakar sebagai bahan bakar sulit didapatkan. Balai Yasa Madiun berhasil memodifikasi lokomotif uap berbahan kayu bakar menjadi minyak solar.
Di bawah gejolak perang mempertahankan kemerdekaan, tugas Balai Yasa Madiun bertambah. Balai yasa digunakan sebagai tempat pembuatan senjata-senjata seperti: pedang, belati, clurit, sangkur dan perbaikan senjata api bagi keperluan para pejuang. Salah satunya adalah pembuatan laras mortir dari roda kereta eks-NISM atas permintaan TNI. Pada pertengahan 1947, menjelang Agresi Militer Belanda I, aktivitas di Balai Yasa Madiun meningkat. Mesin-mesin dan peralatan berat Balai Yasa Manggarai diungsikan ke Balai Yasa Madiun, beberapa pegawai Balai Yasa Manggarai pun turut diungsikan mengingat Jakarta sudah tidak aman lagi. Namun, kesibukan Balai Yasa Madiun tidak berlangsung lama. Meletusnya Agresi Militer Belanda II Desember 1948 membuat pasukan Belanda berhasil menduduki Balai Yasa madiun. Para pekerja kereta api dan pejuang mengungsi dari Madiun tanpa sempat membumi hanguskan bali yasa.
Paska kesepakatan perdamaian Konferensi Meja Bundar tahun 1949 antara Indonesia-Belanda, obyek-obyek vital kereta api harus diserahkan kepada Indonesia, termasuk Balai Yasa Madiun. Di bawah pengelolaan baru oleh DKA (Djawatan Kereta Api), Balai Yasa Madiun mulai kembali melakukan perawatan dan perbaikan sarana kereta api. Untuk meningkatkan aktivitasnya, DKA mendatangkan beberapa mesin baru di antara tahun 1952-1955. Balai Yasa Madiun memperbaiki lokomotif, salah satunya lokomotif uap D 52 buatan Pabrik Krupp di Jerman, lokomotif uap pertma yang dibeli DKA. Selain lokomotif, balai yasa juga memperbaiki kereta, gerbong, dan timbangan serta jembatan timbang.
Lokomotif B 1221 sedang diperbaiki di Balai Yasa Madiun awal dasawarsa 1970-an. (Sumber: 35 Tahun INKA Berkarya Untuk Negeri)
Dua lokomotif sedang menunggu perawatan sekitar tahun 1970-an. (Sumber: 35 Tahun INKA Berkarya Untuk Negeri)
Akhir dekade 1970-an setelah dihentikannya operasional lokomotif uap, pekerja Balai Yasa Madiun tengah disibukkan dalam pembuatan sarana dan komponen kereta api, seperti prototipe gerbong barang. Dua puluh unit gerbong behasil di buat. Tidak hanya itu, para pekerja Balai Yasa Madiun juga berhasil membuat satu unit kereta penumpang kelas ekonomi yang diberi nama “Si Belo Kuda Troya”. Di bawah pengelolaan DKA-PNKA-PJKA, selama lebih dari 30 tahun Balai Yasa Madiun kembali beroperasi sampai tahun 1981.
Pemerintah meresmikan perusahaan baru dengan nama PT Industri Nasional Kereta Api di lokasi eks Balai Yasa Madiun tanggal 18 Mei 1981. Tiga bulan kemudian, tepatnya 29 Agustus 1981 dilakukan penyerahan operasional “pabrik kereta api” oleh PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) kepada manajemen INKA.
Sumber:
- Andibya, Budut, 35 Tahun INKA Berkarya Untuk Negeri
- Evelien Pieterse, Spooren van Smaragd: Per Trein door Nederlands-Indie 1867-1949
- library.leiden.edu
- Media-kitlv.nl
- Murti, Ibnu, “Riwayat Bengkel Kereta Api Madiun”, dalam Majalah Maska edisi 2, April 2017
- co.id
- Purbohadisaputro, Mosaik Perjuangan Kereta Api 1945 V: Perjuangan Kereta Api Jawa Timur
- Tim Telaga Bakti, Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid II
- Widoyoko, Yoyok, dkk, Menghela Roda-Roda Inovasi: 25 tahun Perjalanann Industri Kereta Api